Wednesday 8 June 2016

Membaca Fatihah dalam Bermakmum

 

Makmum Membaca Al Fatihah di Belakang Imam


Alfatihah Makmum Belum Habis Tapi Imam Sudah Rukuk Kalau Sholat Berjamaah Di Masjid Apakah Kita Membaca Dlm Hati Atau Menyimak Bacaan Imam Kapan Makmum Baca Al Fatihah Ketika Imam Membaca Alfatihah Apakah Makmum Harus Membacanya Juga Ketika Imam Membaca Ayat Apakah Makmum Cuma Mendengarkan Saja
Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Membaca al Fatihah atau tidak bagi makmum di belakang imam, adalah masalah yang sering jadi perselisihan dan perdebatan, bahkan sampai-sampai sebagian ulama membuat tulisan tersendiri tentang hal ini. Perselisihan ini berasal dari pemahaman dalil. Ada dalil yang menegaskan harus membacanya dan ada dalil yang memerintahkan untuk membacanya. Di lain sisi, ada juga ayat atau berbagai hadits yang memerintahkan diam ketika imam membacanya. Dari sinilah terjadinya khilaf.
Dalil: Wajib Baca Al Fatihah di Belakang Imam
Dari ‘Ubadah b in Ash Shoomit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al Fatihah”.[1]
Dari Abu Hurairah, haditsnya marfu’sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَهْىَ خِدَاجٌ
Barangsiapa yang melaksanakan shalat dan tidak membaca Al Fatihah di dalamnya, maka shalatnya itu kurang.” Perkataan ini diulang sampai tiga kali.[2]
Dalil: Wajib Diam Ketika Imam Membaca Al Fatihah
Berkebalikan dengan dalil di atas, ada beberapa dalil yang memerintahkan agar makmum diam ketika imam membaca surat karena bacaan imam dianggap sudah menjadi bacaan makmum.
Di antara dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al A’rof: 204)
Abu Hurairah berkata,
صَلَّى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- بِأَصْحَابِهِ صَلاَةً نَظُنُّ أَنَّهَا الصُّبْحُ فَقَالَ « هَلْ قَرَأَ مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ ». قَالَ رَجُلٌ أَنَا. قَالَ « إِنِّى أَقُولُ مَا لِى أُنَازَعُ الْقُرْآنَ ».
Aku mendengar Abu Hurairah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat bersama para sahabatnya yang kami mengira bahwa itu adalah shalat subuh. Beliau bersabda: “Apakah salah seorang dari kalian ada yang membaca surat (di belakangku)?” Seorang laki-laki menjawab, “Saya. ” Beliau lalu bersabda: “Kenapa aku ditandingi dalam membaca Al Qur`an?[3]
Dalil lainnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
من كان له إمام فقراءة الإمام له قراءة
Barangsiapa yang shalat di belakang imam, bacaan imam menjadi bacaan untuknya.[4] Hadits ini dikritisi oleh para ulama.
Hadits lainnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّمَا الإِمَامُ – أَوْ إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ – لِيُؤْتَمَّ بِهِ ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا ، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا ، وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا ، وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ . فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ . وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا
Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Jika imam bertakbir, maka bertakbirlah. Jika imam ruku’, maka ruku’lah. Jika imam bangkit dari ruku’, maka bangkitlah. Jika imam mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’, ucapkanlah ‘robbana wa lakal hamd’. Jika imam sujud, sujudlah.[5] Dalam riwayat Muslim pada hadits Abu Musa terdapat tambahan,
وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا
Jika imam membaca (Al Fatihah), maka diamlah.
Menempuh Jalan Kompromi (Menjama’)
Metode para ulama dalam menyikapi dua macam hadits yang seolah-olah bertentangan adalah menjama’ di antara dalil-dalil yang ada selama itu memungkinkan.
Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah berkata, “Jika dua hadits bertentangan secara zhohir, jika memungkinkan untuk dijama’ antara keduanya, maka jangan beralih pada metode lainnya. Wajib ketika itu beramal dengan mengkompromikan keduanya terlebih dahulu.”
Syaikh Asy Syinqithi rahimahullah, ketika menjelaskan metode menggabungkan dalil-dalil, berkata, “Kami katakan, pendapat yang kuat menurut kami adalah melakukan jama’ (kompromi) terhadap dalil-dalil yang ada karena menjama’ dalil itu wajib jika memungkinkan untuk dilakukan.”
Menggabungkan atau mengkompromikan atau menjama’ dalil lebih didahulukan daripada melakukan tarjih (memilih dalil yang lebih kuat) karena menjama’ berarti menggunakan semua dalil yang ada (di saat itu mungkin) sedangkan tarjih mesti menghilangkan salah satu dalil yang dianggap lemah. Demikian pelajaran yang sudah dikenal dalam ilmu uhsul. Sehingga lebih tepat melakukan jama’ (kompromi) dalil selama itu masih memungkinkan.
Penjelasan Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya hukum membaca Al Fatihah di belakang imam. Beliau mengatakan bahwa para ulama telah berselisih pendapat karena umumnya dalil dalam masalah ini, yaitu menjadi tiga pendapat.
Dua pendapat pertama adalah yang menyatakan tidak membaca surat sama sekali di belakang imam dan yang lainnya menyatakan membaca surat dalam segala keadaan. Pendapat ketiga yang dianut oleh kebanyakan salaf yang menyatakan bahwa jika makmum mendengar bacaan imam, maka hendaklah ia diam dan tidak membaca surat. Karena mendengar bacaan imam itu lebih baik dari membacanya. Jika makmum tidak mendengar bacaan imam, barulah ia membaca surat tersebut. Karena dalam kondisi kedua ini, ia membaca lebih baik daripada diam. Satu kondisi, mendengar bacaan imam itu lebih afdhol dari membaca surat. Kondisi lain, membaca surat lebih afdhol daripada hanya diam. Demikianlah pendapat mayoritas ulama seperti Malik, Ahmad bin Hambal, para ulama Malikiyah dan Hambali, juga sekelompok ulama Syafi’iyah dan ulama Hanafiyah berpendapat demikian. Ini juga yang menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i yang terdahulu dan pendapat Muhammad bin Al Hasan.
Jika kita memilih pendapat ketiga, lalu bagaimana hukum makmum membaca Al Fatihah di saat imam membacanya samar-samar, apakah wajib atau sunnah bagi makmum?
Ada dua pendapat dalam madzhab Hambali. Yang lebih masyhur adalah yang menyatakan sunnah. Inilah yang jadi pendapat Imam Asy Syafi’i dalam pendapatnya terdahulu.
Pertanyaan lainnya, apakah sekedar mendengar bacaan Al Fatihah imam ketika imam menjahrkan bacaannya wajib, ataukah sunnah? Lalu bagaimana jika tetap membaca surat di belakang imam ketika kondisi itu, apakah itu haram, atau hanya sekedar makruh?
Dalam masalah ini ada dua pendapat di madzhab Hambali dan lainnya. Pertama, membaca surat ketika itu diharamkan. Jika tetap membacanya, shalatnya batal. Inilah salah satu dari dua pendapat yang dikatakan oleh Abu ‘Abdillah bin Hamid dalam madzhab Imam Ahmad. Kedua, shalat tidak batal dalam kondisi itu. Inilah pendapat mayoritas. Pendapat ini masyhur di kalangan madzhab Imam Ahmad.
Ibnu Taimiyah rahimahullah selanjutnya mengatakan,
Yang dimaksud di sini adalah tidak mungkin kita beramal dengan mengumpulkan seluruh pendapat. Akan tetapi, puji syukur pada Allah, pendapat yang shahih adalah pendapat yang berpegang pada dalil syar’i sehingga nampaklah kebenaran.
Intinya membaca Al Fatihah di belakang imam, kami katakan bahwa jika imam menjahrkan bacaannya, maka cukup kita mendengar bacaan tersebut. Jika tidak mendengarnya karena jauh posisinya jauh dari imam, maka hendaklah membaca surat tersebut menurut pendapat yang lebih kuat dari pendapat-pendapat yang ada. Inilah pendapat Imam Ahmad dan selainnya. Namun jika tidak mendengar karena ia tuli, atau ia sudah berusaha mendengar namun tidak paham apa yang diucapkan, maka di sini ada dua pendapat di madzhab Imam Ahmad. Pendapat yang terkuat, tetap membaca Al Fatihah karena yang afdhol adalah mendengar bacaan atau membacanya. Dan saat itu kondisinya adalah tidak mendengar. Ketika itu tidak tercapai maksud mendengar, maka tentu membaca Al Fatihah saat itu lebih afdhol daripada diam.[6]
Pembelaan
Dalil yang menunjukkan bahwa bacaan imam juga menjadi bacaan bagi makmum dapat dilihat pada hadits Abu Bakroh di mana dia tidak disuruh mengulangi shalatnya.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalan Al Hasan, dari Abu Bakroh bahwasanya ia mendapati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang ruku’. Lalu Abu Bakroh ruku’ sebelum sampai ke shof. Lalu ia menceritakan kejadian yang ia lakukan tadi kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلاَ تَعُدْ
Semoga Allah menambah semangat untukmu, namun jangan diulangi.[7]
Lalu bagaimana dengan hadits,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al Fatihah”.[8]
Ada dua jawaban yang bisa diberikan:
  1. Yang dimaksud dengan hadits tersebut adalah tidak sempurna shalatnya. Yang menunjukkan maksud seperti ini adalah dalam hadits Abu Hurairah disebutkan “غير تمام”, tidak sempurna.
  2. Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al Fatihah dalam shalatnya, namun ini berlaku bagi imam, orang yang shalat sendiri dan makmum ketika shalat siriyah (yang tidak dikeraskan bacaannya). Adapun makmum dalam shalat jahriyah (yang dikeraskan bacaannya), maka bacaan imam adalah bacaan bagi makmum. Jika ia mengaminkan bacaan Al Fatihah yang dibaca oleh imam, maka ia seperti membaca surat tersebut. Maka tidak benar jika dikatakan bahwa orang yang cuma menyimak bacaan imam tidak membaca surat Al Fatihah, bahkan itu dianggap membaca meskipun ia mendapati imam sudah ruku’, lalu ia ruku’ bersama imam.
Catatan: Sebagaimana penulis pernah membaca dari penjelasan Syaikh Sholeh Al Munajjid dalam Fatawa Islam As Sual wa Jawab: Seseorang dianggap mendapatkan satu raka’at ketika ia mendapati ruku’, meskipun ketika itu  ia belum sempat membaca Al Fatihah secara sempurna atau ia langsung ruku’ bersama imam.
Pendapat Hati-Hati
Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah memilih pendapat yang hati-hati dalam masalah ini. Dalam Al Mulakhosh Al Fiqhi, beliau mengatakan, “Apakah membaca Al Fatihah itu wajib bagi setiap yang shalat (termasuk makmum ketika imam membaca Al Fatihah secara jahr, pen), ataukah hanya bagi imam dan orang yang shalat sendiri?” Kemudian jawab beliau hafizhohullah, “Masalah ini terdapat perselisihan di antara para ulama. Pendapat yang hati-hati, makmum tetap membaca Al Fatihah pada shalat yang imam tidak menjahrkan bacaannya, begitu pula pada shalat jahriyah ketika imam diam setelah baca Al Fatihah.”[9]
Menurut penulis, pendapat yang menempuh jalan kompromi seperti yang ditempuh oleh Ibnu Taimiyah itu pun sudah cukup ahsan (baik). Namun penjelasan Syaikh Sholeh Al Fauzan di atas sengaja penulis tambahkan supaya kita lebih memilih pendapat yang lebih hati-hati agar tidak terjatuh dalam perselisihan ulama yang ada. Wallahu Ta’ala a’lam.[10]
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.


www.rumaysho.com
Muhammad Abduh Tuasikal
Riyadh-KSA, for two days, since 29th Muharram 1432 H (04/01/2011)




[1] HR. Bukhari no. 756 dan Muslim no. 394
[2] HR. Muslim no. 395.
[3] HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah, juga yang lainnya. Hadits ini shahih.
[4] HR. Ahmad dan Ibnu Majah no. 850. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[5] HR. Bukhari no. 733 dan Muslim no. 411.
[6] Lihat Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426, 23/265-268
[7] HR. Bukhari no. 783.
[8] HR. Bukhari no. 756 dan Muslim no. 394
[9] Al Mulakhosh Al Fiqhi, Syaikh Sholeh Al Fauzan, terbitan Ar Riasah Al ‘Ammah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, cetakan kedua, 1430 H, 1/128.
[10] Sebagian besar bahasan ini adalah faedah dari penjelasan Syaikh ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah As Suhaim dalam Syarh Ahadits ‘Umdatul Ahkam, hadits no. 101 tentang membaca Al Fatihah, di sini: http://www.saaid.net/Doat/assuhaim/omdah/094.htm

Hukum Membaca Al-Fatihah Seorang Makmum dalam Shalat Berjamaah -- Read Fatiha law of a congregation in a congregational prayer

Membaca al Fatihah adalah diantara rukun-rukun shalat baik shalat fardhu, sunnah, shalat jahriyah (dikeraskan suaranya) maupun sirriyah (dipelankan suaranya) berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari 'Ubadah bin Ash Shamit, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Faatihatul Kitab (Al Fatihah)."

Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang bacaan al Fatihah bagi makmum. Para ulama Maliki dan Hambali mewajibkan membaca Al Fatihah bagi imam dan orang yang shalat sendirian namun tidak bagi makmum. Sementara para ulama madzhab Safi’i mewajibkannya bagi imam dan juga makmum.

Markaz al Fatwa didalam fatwanya No. 1740 menyebutkan bahwa pendapat jumhur ulama adalah makmum tidak perlu membaca al Fatihah dan tidak juga membaca yang lainnya (surat) di belakang imam didalam shalat jahriyah apabila dia mendengar bacaan imam. Mereka mendasari pendapatnya dengan :

1. Firman Allah swt :

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ


Artinya : “Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al A’raf : 204) Terdapat riwayat bahwa para salafussholeh bahwa maksud dari ayat itu adalah mendengarkan bacaan yang dibaca imam.

2. Hadits Abu Hurairoh bahwa Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti. Apabila dia bertakbir maka bartakbirlah kalian dan apabila dia membaca maka dengarkanlah.” Dan hadits ini terdapat di al Musnad dan yang lainnya dinukil dari Imam Muslim yang telah dishahihkan.

Imam Syafi’i berpendapat bahwa wajib membaca al Fatihah bagi makmum baik didalam shalat jahriyah maupun sirriyah dibelakang imam berdasarkan hadits-hadits yang menyebutkan tentang kewajiban membaca al Fatihah tanpa membedakan antara imam dan makmum, sebagaimana hadits di ash shahihain dan lainnya dari Ubadah bin ash Shamit bahwa Nabi saw bersabda,”Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Faatihatul Kitab (Al Fatihah)."

Dan yang lebih tegas lagi apa yang terdapat di sunan abi Daud, an Nasai dan lainnya dari hadits Ubadah bin ash Shamit bahwa Nabi saw shalat shubuh sepertinya bacaan beliau terasa berat. Seusai shalat, beliau bersabda: "Sepengetahuanku, kalian membaca di belakang imam kalian." Mereka menjawab; "Ya, wahai Rasulullah! (hingga) Kami menyusul bacaanmu dengan cepat." Beliau bersabda: "Jangan kalian lakukan kecuali Fatihatul Kitab (Al Fatihah) karena tidak sah shalat seseorang yang tidak membacanya."

Dari penjelasan diatas tampak bahwa hal tersebut masih menjadi permasalahan yang diperselisihkan oleh para ulama terdahulu maupun yang belakangan. Dan setiap kelompok memiliki dalil-dalilnya, dimana kelompok yang satu membantah kelompok lainnya dengan melemahkan dalil-dalil mereka atau tanpa dalil didalam permasalahan yang diperselisihkan namun hanya bersandar kepada pendapatnya.

Dengan demikian untuk suatu kehati-hatian maka hendaklah seorang makmum membaca al Fatihah di belakang imam didalam shalat-shalat jahriyah dan sirriyah untuk keluar dari perselisihan yang terjadi dikalangan para ulama itu karena kelompok yang mengatakan wajib membaca al fatihah dibelakang imam memandang batal shalat seorang yang tidak membacanya. (Markaz al Fatwa No. 1740)

Dengan demikian jika anda shalat bersama imam dan memiliki kesempatan untuk membaca al fatihah hingga selesai sebelum imam ruku’ maka hendaklah anda membacanya hingga selesai. Akan tetapi jika anda belum selesai membacanya sementara imam sudah bertakbir untuk ruku maka hendaklah anda ruku bersamanya walaupun anda belum menyelesaikan bacaan al Fatihah tersebut dikarenakan tidak mungkinnya menyelesaikan bacaan tersebut, berdasarkan hadits Abu Hurairoh diatas.

Wallahu A’lam


------------------------------


Reciting al Fatihah is among the pillars of good prayers fardhu prayer, sunnah, prayer jahriyah (loud voice) or sirriyah (low voice) based on what was narrated by Bukhari and Muslim from 'Ubadah Saamit Ash bin, that the Prophet said: "There is no pray for those who do not read Faatihatul Book (Al Fatiha). "

There is a difference of opinion among the scholars of al Fatihah reading for the congregation. The scholars Maliki and Hambali requires read Al Fatihah for the priests and people who pray alone but not for the congregation. While the scholars mandated Safi'i schools for priests and congregation.

Markaz al-Fatwa in his fatwa No. 1740 mentions that the scholars are of opinion jumhur congregation does not need to read al-Fatiha and the other is not well read (the letter) on the back of the priest in prayer jahriyah when he heard the priest reading. They base their opinion with:

1. Word of God Almighty:

وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون


It means: "And when the Qur'an is read, then listen carefully, and calmly consider the order that you may receive Mercy." (Surat Al A'raf: 204) There is a history that the purpose of paragraph salafussholeh that it is listening to the reading that was read priests.

2. Hadeeth of Abu Hurairoh that the Prophet said, "Verily, the priest used to be followed. If he Takbir, then follow your Takbir and when he read then listen. "And this hadith found in al-Musnad and others dinukil of Imam Muslim who has been classed as saheeh.

Imam Shafi `i argued that the mandatory reading of al Fatihah for good congregation in prayer behind the imam sirriyah jahriyah and based on hadiths that mention the obligation to read al-Fatihah, without distinguishing between the priest and congregation, as in the hadith ash shahihain and others from the ash bin Ubadah Saamit The Prophet said, "No prayer for those who do not read Faatihatul Book (Al Fatiha)."

And what is more firmly embedded in the Sunan abi David, an Nasai and others from the hadith ash bin Ubadah Saamit shubuh that the Prophet prayed, he seemed to feel heavy reading. After the prayer, he said: "As far as, you guys read the priest behind you." They replied: "Yes, O Messenger of Allah! (Up to) We followed bacaanmu quickly." He said: "Do not you guys do but Fatihatul the Book (Al-Fatihah) for unauthorized prayer someone who does not read it."

From the above explanation seems that it is still a problem being disputed by the scholars earlier or later. And each group has his arguments, in which one group has denied other groups with their postulates weaken or without arguments in the matter of the dispute but only rely on his opinion.

Thus, for a prudence then let a congregation reciting al Fatihah behind the imam in prayers and sirriyah jahriyah to get out of the disputes which occurred among the scholars who say that because the group must read Al Fatihah behind the imam prays a view that is not canceled read it. (Markaz al Fatwa No. 1740)

Thus if you pray with the priest and have a chance to read al-Fatihah to finish before the priest bowing then let you read it through to completion. But if you have not finished reading it while the priest was bertakbir for then let your basil basil with him even though you have not finished reading al-Fatihah is unlikely because the reading is completed, based on the hadeeth of Abu Hurairoh above.

And Allaah knows best

from :
https://id-id.facebook.com/notes/3-islam-forever-3/hukum-membaca-al-fatihah-seorang-makmum-dalam-shalat-berjamaah-read-fatiha-law-o/147993961880558/


74999: GUGUR KEWAJIBAN MEMBACA AL-FATIHAH BAGI MAKMUM ADA DALAM DUA KONDISI


Kalau saya masuk masjid sementara imam dalam kondisi ruku dan saya ruku bersamanya, apakah saya mendapatkan satu rakaat? Padahal saya tidak membaca Al-Fatihah. Dan kalau saya masuk bersama imam sebelum ruku kemudian takbir padahal saya belum sempat membaca Al-Fatihah, apa yang (harus) saya lakukan? Apakah saya ruku bersamanya dan tidak menyempurnakan Al-Fatihah atau saya sempurnakan Al-Fatihah kemudian saya ruku'?
Published Date: 2010-12-05
Alhamdulillah
Bahwa bacaan Al-Fatihah adalah rukun shalat bagi setiap orang yang shalat, baik bagi imam, makmum dan munfarid (orang yang shalat sendiri). Baik dalam shalat jahriyah (bacaan keras) amupun sirriyah (bacaan pelan). Hal tersebut telah dijelaskan pada soal jawab, 10995. Dalil akan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, 756 dari Ubadah bin Shamit radhiallahu ’anhu, sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
لا صَلاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (surat AL-Fatihah)”. (Silakan lihat di Majmu, 3/283-285)
Tidak gugur Al-Fatihah bagi makmum kecuali di dua kondisi.
Pertama, ketika mendapati imam dalam kondisi ruku', lalu dia ruku' bersamanya. Maka dia mendapatkan satu rakaat meskipun dia tidak membaca Al-Fatihah. Yang menunjukkan akan hal  itu adalah hadits Abu Bakrah radhiallahu anhu bahwa beliau berjalan untuk bergabung dalam barisan (shaf) shalat  Nabi sallallahu’alaihi wa sallam yang dalam kondisi ruku', sementara dia sendiri telah ruku' sebelum sampai ke shaf. Ketika hal itu disampaikan kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda:
زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلا تَعُدْ
"Semoga Allah menambah semangat anda, tapi jangan anda ulangi (perbuatan tersebut).” (HR. Bukhari, no. 783)
Dari  dalil ini dipahami bahwa kalau saja mendapatkan ruku' beserta imam tidak dianggap (satu rakaat), maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam akan memerintahkannya untuk mengqadha’ rakaat yang tidak mendapatkan bacaan (Al-Fatihah) di dalamnya. Akan tetapi tidak ada riwayat yang menerangkan  hal tersebut (perintah tersebut). Hal itu menunjukkan bahwa siapa mendapatkan ruku'nya (imam),  maka dia telah mendapatkan (satu) rakaat. (Silakan merujuk Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah, 230)
Kedua, yang menggugurkan Fatihah bagi makmum adalah, kalau dia masuk bersama imam dalam shalat sebelum ruku', namun tidak memungkinkan baginya menyempurnakan membaca Al-Fatihah. Maka dia ruku' bersama (imam) dan tidak (perlu) menyempurnakan Al-Fatihah. Dia tetap dianggap mendapatkan satu rakaat.
Syairazi rahimahullah berkata dalam kitab ‘Al-Muhadzab’: “Kalau dia mendapatkan (imam) sedang berdiri, namun dia khawatir tidak sempat membacaan (Al-Fatihah), maka hendaknya dia tinggalkan doa istiftah dan menyibukkan diri dengan membaca (Fatihah). Karena membaca Al-Fatihah adalah wajib, maka jangan diganggu dengan yang sunnah. Kalau dia baru membaca sebagian Fatihah, namun imam sudah ruku', maka ada dua pendapat; Salah satunya adalah dia ruku' dan meninggalkan bacaan (Fatihah) karena mengikuti imam sangat diperintahkan. Oleh karena itu, kalau dia mendapati (imam) telah ruku' maka gugur baginya kewajiban baca (Fatihah). Yang kedua, dia harus menyempurnakan Al-Fatihah, karena dia telah mulai membaca sebagiannya, maka dia harus menyempurnakannya.” (Al-Majmu’, 4/109)
Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya:
“Kalau saya masuk shalat sebelum ruku', apakah saya mulai membaca Al-Fatihah atau membaca doa istiftah? Kalau imam ruku' sebelum saya selesai membaca Al-Fatihah, apa yang (harus) saya lakukan?
Beliau menjawab:
”Bacaan istiftah sunnah, dan bacaan Al-Fatihah wajib untuk makmum menurut pendapat terkuat di antara kalangan ahli ilmu. Kalau anda khawatir tidak sempat membaca Al-Fatihah, maka mulailah membacanya, namun ketika imam ruku sebelum anda menyelesaikannya, maka ruku'lah bersama (imam), dan ketika itu gugur bagi anda sisa (bacaannya) berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
إِنَّمَا جُعِلَ اْلإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ ، فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا ، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا. (متفق عليه)
“Sesungguhnya dijadikan Imam agar diikutinya, maka janganlah anda semua menyalahinya. Kalau takbir, maka takbirlah kamu semua dan ketika ruku', maka ruku'lah kamu semua." (Muttafaq alaih)
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 11/143-244)
Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya:
”Kalau seorang yang shalat mendapatkan jama’ah saat imam sedang membaca Al-Qur’an setelah Al-Fatihah dalam shalat jahriyah, seperti shalat Magrib. Apakah dia harus  embaca Al-Fatihah atau tidak membacanya? Kalau dia mendapatkan imam sedang berdiri, kemudian ketika dia baru saja membaca ‘Alhamdulillahi rabbil ‘alamin’, lalu imam takbir (untuk ruku'). Apakah dia (mengikuti) ruku' atau menyempurnakan bacaannya?
Mereka menjawab:
”Bacaan Al-Fatihah dalam shalat adalah wajib bagi imam, munfarid (shalat sendirian) dan makmum. Baik dalam shalat sirriyyah (shalat bacaan pelan) atau jahriyah (bacaan keras). Berdasarkan keumuman dalil perintah membaca Al-Fatihah dalam shalat. Siapa yang datang shalat jama’ah dan takbir bersama imam, dia diharuskan membacanya. Kalau imam ruku' sebelum dia menyempurnakan (Al-Fatihah), maka diharuskan untuk  mengikutinya, dan dianggap baginya mendapatkan rakaat tersebut. Maka, sebagaimana seseorang mendapatkan imam dalam dalam kondisi ruku' secara sempurna, diterima pula baginya apabila mendapatkan sebagian ruku' bersama imam. Hal ini menurut pendapat yang kuat dari para ulama. Kewajiban membaca Al-Fatihah baginya gugur, karena tidak memungkinkan baginya untuk membacanya, berdasarkan hadits Abu Bakrah yang terkenal dan yang diriwayatkan dalam shahih Bukhari.”  (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6/387)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga ditanya tentang makmum yang masuk s
bagi makmum untuk membaca Al-Fatihah. Kalau tinggal satu ayat atau semisalnya dan masih mungkin baginya menyempurnakannya, maka dia sempurnakan dahulu, lalu menyusul imam ruku', hal ini baik. Tapi Kalau masih tersisa banyak ayat, yang kalau dia baca seluruhnya tidak akan mendapatkan ruku' nya imam, maka dia ruku' bersama imam meskipun tidak menyempurnakan Al-Fatihah." 
(Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/106, dan silahkan melihat As-Syarkhu Al-Mumti’, 3/242-248).


 from :
https://islamqa.info/id/74999

halat setelah imam selesai takbiratul ihram dan membaca Al-Fatihah. Kemudian dia memulai membaca Al-Fatihah, akan tetapi imamnya ruku'. Apakah makmum ikut ruku' atau menyempurnakan bacaan Al-Fatihah?
Beliau menjawab: “Kalau makmum masuk (shalat) sementara imam ingin ruku', dan tidak memungkinkan bagi makmum untuk membaca Al-Fatihah. Kalau tinggal satu ayat atau semisalnya dan masih mungkin baginya menyempurnakannya, maka dia sempurnakan dahulu, lalu menyusul imam ruku', hal ini baik. Tapi Kalau masih tersisa banyak ayat, yang kalau dia baca seluruhnya tidak akan mendapatkan ruku' nya imam, maka dia ruku' bersama imam meskipun tidak menyempurnakan Al-Fatihah." 
(Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/106, dan silahkan melihat As-Syarkhu Al-Mumti’, 3/242-248).

 from :
https://islamqa.info/id/74999


No comments: