di copy dari http://www.rumahfiqih.com
Shalat Sendirian Lalu Ditepuk Bahunya
Wed, 19 June 2013 02:45 - | Dibaca 40.450 kali | Bidang shalat
di copy dari http://www.rumahfiqih.com
Assalamualaikum Saya mau tanya nih ustadz. Misalnya saya lagi shalat sndirian, terus ada teman saya menepuk bahu saya, dan otomatis saya dan dia jadi berjamaah dimana saya sebagai imamnya. Yang jadi pertanyaan : 1. Niat saya awalnya kan shalat sendiri, saat sudah ditepuk bahunya, bagaimana dengan niat shalat saya? Bukankah shalatnya jadi berjamaah dan bukan sendirian lagi? Apa saya perlu mengganti niatnya atau dilanjutkan saja? 2. Misalnya saya shalat maghrib di rakaat kedua, lalu ada teman saya yang menepuk bahu saya, otomatis jadi berjamaah. Apakah sebagai imam harus sedikit dmengeraskan bacaan? Kalau saya lagi di pertengahan Al-fatiha, apakah saya harus mengulang bacaan alfatihah sambil mengeraskan suara, atau tetap melanjutkan surah alfatihanya sambil mengeraskan suara bacaan saya? Dan apakah ini berlaku juga saat saya sedang membaca surah pendek? Terimakasih Wassalamualaiku warrahmatullahi wabarakatuh | |||
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya kebiasaan tepuk pundak ini tidak ada dasarnya dalam fiqih
shalat. Sebab kita tidak menemukan dalil baik dalam Al-Quran atau pun
sunnah tentang hal ini. Namun untuk lebih lengkapnya pemahaman kita tentang urusan ini, ada baiknya kita telusuri kasusnya sejak semula, yaitu apakah boleh seorang shalat sendirian tiba-tiba mengubah niatnya menjadi imam, karena ada orang yang datang kemudian dan menjadikannya imam. Dalam hal ini kalau kita telurusui pendapat para ulama, kita akan menemukan perbedaan. Apakah untuk menjadi imam shalat disyaratkan berniat menjadi imam sejak awal shalat jamaah dilakukan? Ternyata ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa syarat untuk menjadi imam harus sudah ada niat sejak awal shalat. Sebaliknya, menurut sebagian yang lain, niat menjadi imam tidak menjadi syarat. Mari kita rinci lebih dalam : 1. Harus Niat Sejak Awal Sebagian ulama seperti mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah mengharuskan seorang imam untuk sejak awal shalatnya sudah berniat jadi imam. Kalau awalnya niat shalat sendiri lalu tiba-tiba di tengah shalat mendadak jadi imam, maka hal itu tidak dibenarkan. a. Al-Hanafiyah Dalam shalat wajib tidak sah hukumnya untuk bermakmum kepada seseorang yang sedang shalat sendiri dan tidak berniat menjadi imam sejak awal. Namun bila shalat itu bukan shalat wajib tetapi shalat sunnah hukumnya tidak boleh. Asalkan baik imam atau pun makmum sama-sama shalat sunnah. b. Al-Hanabilah Untuk sah menjadi imam disyaratkan niat sejak awal shalat. Karena dalam pandangan mazhab ini, agar shalat itu sah hukumnya, maka baik imam atau pun makmum harus sama-sama berniat masing-masing sesuai dengan posisinya sejak sebelum shalat dimulai (takbiratul-ihram). Namun sebagaimana dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, ketentuan harus ada niat sejak awal shalat ini berlaku hanya dalam shalat berjamaah. Dan ada pengecualiannya yaitu :
Jadi dalam hal ini niat ketika takbiratul-ihram shalat sendiri, kemudian berubah menjadi imam karena tahu pasti akan ada orang yang akan menjadi makmum.
Dasar kebolehan ini dilandaskan pada praktek yang terjadi di zaman Nabi SAW berdasarkan apa yang diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahuanhu :
بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي
مَيْمُونَةَ فَقَامَ النَّبِيُّ مُتَطَوِّعًا مِنَ اللَّيْل فَقَامَ إِلَى
الْقِرْبَةِ فَتَوَضَّأَ فَقَامَ فَصَلَّى فَقُمْتُ لَمَّا رَأَيْتُهُ
صَنَعَ ذَلِكَ فَتَوَضَّأْتُ مِنَ الْقِرْبَةِ ثُمَّ قُمْتُ إِلَى شِقِّهِ
الأْيْسَرِ فَأَخَذَ بِيَدِي مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِهِ يَعْدِلُنِي كَذَلِكَ
إِلَى الشِّقِّ الأْيْمَنِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu
berkata,"Aku bermalam di rumah bibiku, Maimunah radhiyallahuanha. Nabi
SAW shalat sunnah malam dan mengambil wudhu dari qirbah, berdiri dan
mulai mengerjakan shalat. Aku pun bangun ketika melihat beliau SAW
melakukannya, aku pun ikut berwudhu dari qirbah dan berdiri pada sisi
kiri beliau SAW. Beliau SAW menarik tanganku dari balik punggungnya dan
menyeret aku agar pindah ke sisi kanan beliau. (HR. Bukhari) Jadi berdasarkan hadits ini, menurut mazhab Al-Hanabilah, dalam kasus shalat sunnah memang dibolehkan seorang yang awalnya shalat sendirian tiba-tiba mendadak mengubah niatnya menjadi imam karena ada orang yang ingin menjadi makmumnya. Tetapi hal itu tidak berlaku dalam kasus shalat fardhu. 2. Tidak Disyaratkan Niat Sedangkan mereka yang membolehkan perubahan niat di tengah shalat adalah para ulama dalam mazhab Asy-syafi'iyah dan Al-Malikiyah. Kedua mazhab ini tidak mensyaratkan niat untuk menjadi imam sejak awal shalat. Sehingga seorang yang shalat sejak awal niatnya shalat munfarid (sendirian), lalu ada orang lain mengikutinya dari belakang, hukumnya sah dan boleh.Baik shalat itu shalat sunnah atau pun shalat fardhu, keduanya sama-sama dibolehkan. Mengeraskan Bacaan Shalat Adapun apakah begitu jadi imam harus mengeraskan bacaan, sebenarnya tidak menjadi kewajiban. Sebab mengeraskan bacaan itu bukan termasuk rukun dalam shalat. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc., MA
|
Sahkah Shalat Berjamaah dengan Niat Awal Shalat Sendiri?
Heru Rochadi – Selasa, 20 Rabiul Awwal 1427 H / 18 April 2006 14:16 WIB
Assalamu’alaikum wr. wb.
Pa Ustadz yang terhormat,
Saya sering melihat dan pernah mengalami sendiri ketika sedang salat wajib sendiri di masjid (karena saat itu belum ada jamaah lain ), tiba-tiba pundak saya ditepuk oleh seorang jamaah, kemudian dia mengikuti cara salat saya, sepertinya dia berjamaah kepada saya.
Pertanyan saya adalah:
1. Apakah sah salat berjamaah yang dilakukan seperti itu.
2. Apakah tindakan saya harus mengikuti dia untuk berjamaah atau diam saja.
3. Bagaimana dengan niat salat saya, apakah harus diganti atau diteruskan.
Sekiranya ustadz bisa menjawabnya agar saya bisa mengerjakan salat tanpa kebimbangan dan lebih khusyu lagi, terima kasih.
Wassalamu’alaikum,
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Di dalam kitab Kaasyifatus Sajaa karya Al-Imam Abi Abdil Mu’thi Muhammad An-Nawawi Al-Jawi pada halaman 81, disebutkan tentang apa yang anda tanyakan. Penulis kitab ini menyebutkan bahwa hanya ada 4 jenis shalat yang imamnya wajib berniat sebagai imam sejak awal shalat. Selain yang empat jenis shalat itu, tidak ada kewajiban bagi imam untuk berniat menjadi imam sejak awal takbiratul ihram. Artinya, dia boleh saja tiba-tiba secara mendadak menjadi imam di tengah-tengah shalat, bila ada yang bergabung menjadi makmum.
Keempat shalat itu adalah shalat Jum’at, shalat ‘iaadah (mengulang), shalat nadzar untuk berjamaah dan shalat jama’ yang awal karena sebab hujan.
Demikian disebutkan dalam kitab ini sebagai syarah (penjelasan) dari kitab Safinatuh Naja fi Ushuliddin wal-Fiqhi, karya Salim bin Samir Al-Hadhari, seorang ulama dari kalangan mazhab Asy-Syafi’i.
Dengan demikian, bila suatu saat anda sedang shalat wajib atau sunnah, selain keempat shalat itu, lalu tiba-tiba ada orang yang ikut menjadi makmum di belakang anda, maka hal itu dibenarkan di dalam aturan shalat. Shalat imam dan makmum sama-sama syah dan keduanya mendapat pahala shalat berjamaah.
Yang penting untuk berniat shalat jamaah adalah pihak makmum. Sebab dialah yang sebenarnya membentuk shalat jamaah itu.
Menepuk Pundak
Namun khusus untuk masalah menepuk pundak, terus terang tidak ada dalil yang memerintahkan seseorang untuk menepuk pundak orang yang akan dijadikan sebagai imam. Perbuatan itu hanya didasarkan kepada nalar sebagian orang bahwa seorang yang tadinya shalat sendiri lalu dijadikan imam perlu mengetahui bahwa di belakangnya ada barisan makmum yang mengkutinya.
Sehingga diharapkan agar si imam ini menyesuaikan diri dalam bacaan dan gerakan shalatnya. Misalnya pada shalat jahriyah di mana seharusnya imam mengeraskan bacaan, maka dengan memberi tanda dengan menepuk pundaknya, dia akan mengeraskan bacaan Al-fatiha dan ayat Al-Quran dan para makmum bisa mengamini.
Tapi sebenarnya secara tidak langsung seseorang yang shalat sendiri lalu dijadikan imam tidak perlu ditepuk pundaknya, karena pastilah dengan sendirinya akan mengetahui bahwa di belakangnya ada makmum.
Menepuk pundak itu bukan hal yang disepakati oleh semua orang, sehingga salah-salah bisa melahirkan salah tafsir dari si imam. Tidak tertutup kemungkinan orang itu tidak tahu isyarat tepuk pundak ini, sehingga dia menganggap tepukan itu justru gangguan atau peringatan bahaya, lalu dia menyingkir atau malah membatalkan shalatnya, atau yang paling parah adalah dia balas menepuk kepada makmum.
Wallahu a`lam bis-shawab. Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Pa Ustadz yang terhormat,
Saya sering melihat dan pernah mengalami sendiri ketika sedang salat wajib sendiri di masjid (karena saat itu belum ada jamaah lain ), tiba-tiba pundak saya ditepuk oleh seorang jamaah, kemudian dia mengikuti cara salat saya, sepertinya dia berjamaah kepada saya.
Pertanyan saya adalah:
1. Apakah sah salat berjamaah yang dilakukan seperti itu.
2. Apakah tindakan saya harus mengikuti dia untuk berjamaah atau diam saja.
3. Bagaimana dengan niat salat saya, apakah harus diganti atau diteruskan.
Sekiranya ustadz bisa menjawabnya agar saya bisa mengerjakan salat tanpa kebimbangan dan lebih khusyu lagi, terima kasih.
Wassalamu’alaikum,
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Di dalam kitab Kaasyifatus Sajaa karya Al-Imam Abi Abdil Mu’thi Muhammad An-Nawawi Al-Jawi pada halaman 81, disebutkan tentang apa yang anda tanyakan. Penulis kitab ini menyebutkan bahwa hanya ada 4 jenis shalat yang imamnya wajib berniat sebagai imam sejak awal shalat. Selain yang empat jenis shalat itu, tidak ada kewajiban bagi imam untuk berniat menjadi imam sejak awal takbiratul ihram. Artinya, dia boleh saja tiba-tiba secara mendadak menjadi imam di tengah-tengah shalat, bila ada yang bergabung menjadi makmum.
Keempat shalat itu adalah shalat Jum’at, shalat ‘iaadah (mengulang), shalat nadzar untuk berjamaah dan shalat jama’ yang awal karena sebab hujan.
Demikian disebutkan dalam kitab ini sebagai syarah (penjelasan) dari kitab Safinatuh Naja fi Ushuliddin wal-Fiqhi, karya Salim bin Samir Al-Hadhari, seorang ulama dari kalangan mazhab Asy-Syafi’i.
Dengan demikian, bila suatu saat anda sedang shalat wajib atau sunnah, selain keempat shalat itu, lalu tiba-tiba ada orang yang ikut menjadi makmum di belakang anda, maka hal itu dibenarkan di dalam aturan shalat. Shalat imam dan makmum sama-sama syah dan keduanya mendapat pahala shalat berjamaah.
Yang penting untuk berniat shalat jamaah adalah pihak makmum. Sebab dialah yang sebenarnya membentuk shalat jamaah itu.
Menepuk Pundak
Namun khusus untuk masalah menepuk pundak, terus terang tidak ada dalil yang memerintahkan seseorang untuk menepuk pundak orang yang akan dijadikan sebagai imam. Perbuatan itu hanya didasarkan kepada nalar sebagian orang bahwa seorang yang tadinya shalat sendiri lalu dijadikan imam perlu mengetahui bahwa di belakangnya ada barisan makmum yang mengkutinya.
Sehingga diharapkan agar si imam ini menyesuaikan diri dalam bacaan dan gerakan shalatnya. Misalnya pada shalat jahriyah di mana seharusnya imam mengeraskan bacaan, maka dengan memberi tanda dengan menepuk pundaknya, dia akan mengeraskan bacaan Al-fatiha dan ayat Al-Quran dan para makmum bisa mengamini.
Tapi sebenarnya secara tidak langsung seseorang yang shalat sendiri lalu dijadikan imam tidak perlu ditepuk pundaknya, karena pastilah dengan sendirinya akan mengetahui bahwa di belakangnya ada makmum.
Menepuk pundak itu bukan hal yang disepakati oleh semua orang, sehingga salah-salah bisa melahirkan salah tafsir dari si imam. Tidak tertutup kemungkinan orang itu tidak tahu isyarat tepuk pundak ini, sehingga dia menganggap tepukan itu justru gangguan atau peringatan bahaya, lalu dia menyingkir atau malah membatalkan shalatnya, atau yang paling parah adalah dia balas menepuk kepada makmum.
Wallahu a`lam bis-shawab. Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
No comments:
Post a Comment